Kamis, 27 Desember 2012

Agama Dan Budaya

NAMA              : MUHAMMAD NUR
KELAS             : 1 KA 11
NPM                 : 15112022 

AGAMA DAN BUDAYA 

Agama dan Budaya
Budaya menurut Koentjaraningrat adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia dengan belajar.[2]
Jadi budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berrelasi dalam masyarakat  adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal teknis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup. Yojachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan.
Lebih tegas dikatakan Geertz, bahwa wahyu membentuk suatu struktur psikologis dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi juga dalam bentuk seni suara, ukiran, bangunan.[3]
Dapatlah disimpulkan bahwa budaya yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh konteks hidup pelakunya, yaitu faktor geografis, budaya dan beberapa kondisi yang objektif.
Faktor kondisi yang objektif menyebabkan terjadinya budaya agama yang berbeda-beda walaupun agama yang mengilhaminya adalah sama. Oleh karena itu agama Kristen yang tumbuh di Sumatera Utara di Tanah Batak dengan yang di Maluku tidak begitu sama sebab masing-masing mempunyai cara-cara pengungkapannya yang berbeda-beda. Ada juga nuansa yang membedakan Islam yang tumbuh dalam masyarakat dimana pengaruh Hinduisme adalah kuatdengan yang tidak. Demikian juga ada perbedaan antara Hinduisme di Bali dengan Hinduisme di India, Buddhisme di Thailan dengan yang ada di Indonesia. Jadi budaya juga mempengaruhi agama. Budaya agama tersebut akan terus tumbuh dan berkembang sejalan dengan perkembangan kesejarahan dalam kondisi objektif dari kehidupan penganutnya (Andito,ed,1998:282).Tapi hal pokok bagi semua agama adalah bahwa agama berfungsi sebagai alat pengatur dan sekaligus membudayakannya dalam arti mengungkapkan apa yang ia percaya dalam bentuk-bentuk budaya yaitu dalam bentuk etis, seni bangunan, struktur masyarakat, adat istiadat dan lain-lain. Jadi ada pluraisme budaya berdasarkan kriteria agama. Hal ini terjadi karena manusia sebagai homoreligiosus merupakan insan yang berbudidaya dan dapat berkreasi dalam kebebasan menciptakan pelbagai objek realitas dan tata nilai baru berdasarkan inspirasi agama.
 Agama dan budaya Indonesia
Jika kita teliti budaya Indonesia, maka tidak dapat tidak budaya itu  terdiri dari 5 lapisan. Lapisan itu diwakili oleh budaya agama pribumi, Hindu, Buddha, Islam dan Kristen.[4]
Dipandang dari segi budaya, semua kelompok agama di Indonesia telah mengembangkan budaya agama untuk mensejahterakannya tanpa memandang perbedaan agama, suku dan ras.
Disamping pengembangan budaya immaterial tersebut agama-agama juga telah berhasil mengembangkan budaya material seperti candi-candi dan bihara-bihara di Jawa tengah, sebagai peninggalan budaya Hindu dan Buddha. Budaya Kristen telah mempelopori pendidikan, seni bernyanyi, sedang budaya Islam antara lain telah mewariskan Masjid Agung Demak (1428) di Gelagah Wangi Jawa Tengah. Masjid ini beratap tiga susun yang khas Indonesia, berbeda dengan masjid Arab umumnya yang beratap landai. Atap tiga susun itu menyimbolkan Iman, Islam dan Ihsan. Masjid ini tanpa kubah, benar-benar has Indonesia yang mengutamakan keselarasan dengan alam.Masjid Al-Aqsa Menara Kudus di Banten bermenaar dalam bentuk perpaduan antara Islam  dan Hindu. Masjid Rao-rao di Batu Sangkar merupakan perpaduan berbagai corak kesenian dengan hiasan-hiasan mendekati gaya India sedang atapnya dibuat dengan motif rumah Minangkabau.[5]
Dari segi budaya, agama-agama di Indonesia adalah aset bangsa, sebab agama-agama itu telah memberikan sesuatu bagi kita sebagai warisan yang perlu dipelihara. Kalau pada waktu zaman lampau agama-agama bekerja sendiri-sendiri maka dalam zaman milenium ke 3 ini agama-agama perlu bersama-sama memelihara dan mengembangkan aset bangsa tersebut. Tetapi yang sering terjadi adalah sebaliknya sebab kita tidak sadar tentang nilai aset itu bagii pengembangan budaya Indonesia.
Agaknya setiap kelompok agama di Indonesia sudah waktunya bersama-sama membicarakan masalah-masalah bangsa dan penanggulangannya.
Dilihat dari segi Agama dan Budaya yang masing-masing memiliki keterkaitan satu sama lain, sering kali banyak disalahartikan oleh orang-orang yang belum memahami bagaimana menempatkan posisi Agama dan posisi Budaya pada suatu kehidupan.
Penulis masih sering menyaksikan adanya segelintir masyarakat yang mencampur adukkan nilai-nilai Agama dengan nilai-nilai Budaya yang padahal kedua hal tersebut tentu saja tidak dapat seratus persen disamakan, bahkan mungkin berlawanan. Demi terjaganya eksistensi dan kesucian nilai – nilai agama sekaligus memberi pengertian, di sini penulis hendak mengulas mengenai Apa itu Agama dan Apa itu Budaya, yang tersusun berbentuk makalah dengan judul “Agama dan Budaya”. Penulis berharap apa yang diulas, nanti dapat menjadi paduan pembaca dalam mengaplikasikan serta dapat membandingkan antara Agama dan Budaya.

Pengertian Agama Dan Masyarakat 
Masyarakat adalah suatu sistem sosial yang menghasilkan kebudayaan (Soerjono Soekanto, I983). Sedangkan agama menurut Kamus Besar Bahasa lndonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebaktian dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan kepercayaan tersebut.
Sedangkan Agama di Indonesia memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dinyatakan dalam ideologi bangsa Indonesia, Pancasila: “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Sejumlah agama di Indonesia berpengaruh secara kolektif terhadap politik, ekonomi dan budaya. Di tahun 2000, kira-kira 86,1%o dari 240.27 1.522 penduduk Indonesia adalah pemeluk Islam, 5,7% Protestan, 3% Katolik, 1,8% Hindu, dan 3,4/o kepercayaan lainnya.
Dalam UUD 1945 dinyatakan bahwa “Tiap-tiap penduduk diberikan kebebasan untuk memilih dan mempraktikkan kepercayaannya” dan “Menjamin semuanya akan kebebasan untuk menyembah, menurut agama atau kepercayaannya”. Pemerintah, bagaimanapun, secara resmi hanya mengakui enam agama, yakni Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu.
Dengan banyaknya agama maupun aliran kepercayaan yang ada di Indonesia, konflik antar agama sering kali tidak terelakkan. Lebih dari itu, kepemimpinan politis Indonesia memainkan peranan penting dalam hubungan antar kelompok maupun golongan. Program transmigrasi secara tidak langsung telah menyebabkan sejumlah konflik di wilayah timur Indonesia.
Berdasar sejarah, kaum pendatang telah menjadi pendorong utama keanekaragaman agama dan kultur di dalam negeri dengan pendatang dari India, Tiongkok, Portugal, Arab, dan
Belanda. Bagaimanapun, hal ini sudah berubah sejak beberapa perubahan telah dibuat untuk menyesuaikan kultur di Indonesia.
Berdasarkan Penjelasan Atas Penetapan Presiden No 1 Tahun 1965 Tentang Pencegahan penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama pasal 1, “Agama-agama yang dipeluk oleh penduduk
di Indonesia ialah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Khong Hu Cu (Confusius)”.
Islam : Indonesia merupakan negara dengan penduduk Muslim terbanyak di dunia’ dengan 88% dari jumlah penduduk adalah penganut ajaran Islam. Mayoritas Muslim dapat dijumpai di wilayah barat Indonesia seperti di Jawa dan Sumatera. Masuknya agama Islam ke Indonesia melalui perdagangan.
Hindu : Kebudayaan dan agama Hindu tiba di lndonesia pada abad pertama Masehi, bersamaan waktunya dengan kedatangan agama Buddha, yang kemudian menghasilkan sejumlah kerajaan Hindu-Buddha seperti Kutai, Mataram dan Majapahit.
Budha : Buddha merupakan agama tertua kedua di Indonesia, tiba pada sekitar abad keenam masehi. Sejarah Buddha di Indonesia berhubungan erat dengan sejarah Hindu.
Kristen Katolik : Agama Katolik untuk perlama kalinya masuk ke Indonesia pada bagian pertama abad ketujuh di Sumatera Utara. Dan pada abad ke-14 dan ke-l5 telah ada umat Katolik di Sumatera Selatan. Kristen Katolik tiba di Indonesia saat kedatangan bangsa Portugis, yang kemudian diikuti bangsa Spanyol yang berdagang rempah-rempah.
Kristen protestan : Kristen Protestan berkembang di Indonesia selama masa kolonial Belanda (VOC), pada sekitar abad ke-l6. Kebijakan VOC yang mengutuk paham Katolik dengan sukses berhasil meningkatkan jumlah penganut paham Protestan di Indonesia. Agama ini berkembang dengan sangat pesat di abad ke-2}, yang ditandai oleh kedatangan para misionaris dari Eopa ke beberapa wilayah di Indonesia, seperti di wilayah barat Papua dan lebih sedikit di kepulauan Sunda.
Konghucu : Agama Konghucu berasal dari Cina daratan dan yang dibawa oleh para pedagang Tionghoa dan imigran. Diperkirakan pada abad ketiga Masehi, orang Tionghoa tiba di kepulauan Nusantara. Berbeda dengan agama yang lain, Konghucu lebih menitik beratkan pada kepercayaan dan praktik yang individual.
Fungsi-Fungsi Agama
Agama bukanlah suatu entitas independen yang berdiri sendiri. Agama terdiri dari berbagai dimensi yang merupakan satu kesatuan. Masing-masingnya tidak dapat berdiri tanpa yang lain. seorang ilmuwan barat menguraikan agama ke dalam lima dimensi komitmen. Seseorang kemudian dapat diklasifikasikan menjadi seorang penganut agama tertentu dengan adanya perilaku dan keyakinan yang merupakan wujud komitmennya. Ketidak utuhan seseorang dalam menjalankan lima dimensi komitmen ini menjadikannya religiusitasnya tidak dapat diakui
secara utuh. Kelimanya terdiri dari perbuatan, perkataan, keyakinan, dan sikap yang melambangkan (lambang=simbol) kepatuhan (=komitmen) pada ajaran agama. Agama mengajarkan tentang apa yang benar dan yang salah, serta apa yang baik dan yang buruk.
Agama berasal dari Supra Ultimate Being, bukan dari kebudayaan yang diciptakan oleh seorang atau sejumlah orang. Agama yang benar tidak dirumuskan oleh manusia. Manusia hanya
dapat merumuskan kebajikan atau kebijakan, bukan kebenaran. Kebenaran hanyalah berasal dari
yang benar yang mengetahui segala sesuatu yang tercipta, yaitu sang Pencipta itu sendiri. Dan apa yang ada dalam agama selalu berujung pada tujuan yang ideal. Ajaran agama berhulu pada kebenaran dan bermuara pada keselamatan. Ajaran yang ada dalam agama memuat berbagai hal yang harus dilakukan oleh manusia dan tentang hal-hal yang harus dihindarkan. Kepatuhan pada ajaran agama ini akan menghasilkan kondisi ideal.
Mengapa ada yang An-sich Pada Agama?
Mereka yang sekuler berusaha untuk mernisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Mereka yang marxis sama sekali melarang agama. Mengapa mereka melakukan hal-hal tersebut? Kemungkinan besarnya adalah karena kebanyakan dari mereka sama sekali kehilangan petunjuk tentang tuntunan apa yang datang dari Tuhan. Entah mereka dibutakan oleh minimnya informasi yang mereka dapatkan, atau mereka memang menutup diri dari segala hal yang berhubungan dengan Tuhan.
Alasan yang seringkali mereka kemukakan adalah agama memicu perbedaan. Perbedaan tersebut menimbulkan konflik. Mereka memiliki orientasi yang terlalu besar Agama. Pemenuhan kebutuhan untuk bersenang-senang, sehingga mereka tidak mau memenuhi ajaran agama yang melarang mereka melakukan hal yang menurutnya menghalangi kesenangan mereka dan mereka merasionalisasikan perbuatan irasional mereka itu dengan justifikasi sosial-intelektual. Mereka menganggap segi intelektual ataupun sosial memiliki nilai keberhargaan “Yang lebih Akil”, mereka menutup indera penangkap informasi yang mereka miliki dan hanya mengandalkan intelektualitas yang serba terbatas.
Mereka memahami dunia dalam batas rasio saja. Logika yang mereka miliki begitu terbatasnya, hingga abstraksi realita yang bersifat supra-rasional tidak mereka akui. Dan hasilnya, mereka terpenjara dalam realitas yang serba empirik. Semua harus terukur dan terhitung.
Walaupun mereka sampai sekarang masih belum memahami banyaknya fungsi alam yang bekerja dalam mekanisme supra rasional, keterbatasan kerangka berpikir yang mereka miliki menegasikan semua hal yang tidak dapat ditangkap secara inderawi. Padahal, pembatasan diri dalam realita yang hanya bersifat empiri hanya akan membatasi potensi manusia itu sendiri. Dan hal ini menegasikan tujuan hidup yang selama ini diagungkan para penganut realita rasio-saja, yaitu aktualisasi diri dan segala potensinya. Agama, dengan sandaran yang kuat pada realitas supra rasional, membebaskan manusia untuk mengambil segala hal yang terbaik yang dapat dihasilkannya dalam hidup. Semua apakah hal itu bersifat empirik-terukur, maupun yang belum dapat diukur. Empirisme bukanlah suatu hal yang ditolak agama. Agama yang benar, yang bersifat universal, mencakup segi intelektual yang luas, yang diantaranya adalah empirisme. Agama tidak mereduksi intelektualitas manusia dengan membatasi kuantitas maupun kualitas suatu idea. Agama yang benar, memberi petunjuk pada manusia tentang bagaimana potensi manusia dapat dikembangkan dengan sebesar-besamya. Dan sejarah telah membuktikan hal tersebut.
Kesalahan yang dibuat para penilai agamalah yang kemudian menyebabkan realita ajaran ideal ini menjadi terlihat buruk. Beberapa peristiwa sejarah yang menonjol mereka identikan sebagai kesalahan karena agama. Karena keyakinan pada ajaran agama. Padahal, kerusakan yang ditimbulkan adalah justru karena jauhnya orang dari ajaran agama. Kerusakan itu timbul saat agama yang mengajarkan kemuliaan- disalahgunakan oleh manusia pelaksananya untuk mencapai tujuan yang terlepas dari ajaran agama itu sendiri, terlepas dari pelaksanaan keseluruhan dimensinya.

Pelembagaan Agama
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan agama? Kami mengumpamakan sebagai sebuah telepon. Jika manusia adalah suatu pesawat telepon, maka agama adalah media perantara seperti kabel telepon untuk dapat menghubungkan pesawat telepon kita dengan Telkom atau dalam hal ini Tuhan. Lembaga agama adalah suatu organisasi, yang disahkan oleh pemerintah dan berjalan menurut keyakinan yang dianut oleh masing-masing agama. Penduduk Indonesia pada umumnya
telah menjadi penganut formal salah satu dari lima agama resmi yang diakui pemerintah.
Lembaga-lembaga keagamaan patut bersyukur atas kenyataan itu. Namun nampaknya belum bisa berbangga. Perpindahan penganut agama suku ke salah satu agama resmi itu banyak yang tidak murni.
Sejarah mencatat bahwa tidak jarang terjadi peralihan sebab terpaksa. Pemaksaan terjadi melalui “perselingkuhan” antara lembaga agama dengan lembaga kekuasaan. Keduanya mempunyai kepentingan. Pemerintah butuh ketentraman sedangkan lembaga agama membutuhkan penganut atau pengikut. Kerjasama (atau lebih tepat disebut saling memanfaatkan) itu terjadi sejak dahulu kala. Para penyiar agama sering membonceng pada suatu kekuasaan (kebetulan menjadi penganut agama tersebut) yang mengadakan invansi ke daerah lain. Penduduk daerah atau negara yang baru ditaklukkan itu dipaksa (suka atau tidak suka) menjadi penganut agama penguasa baru.
Kasus-kasus itu tidak hanya terjadi di Indonesia atau Asia dan Afrika pada umumnya tetapi juga terjadi di Eropa pada saat agama rnonoteis mulai diperkenalkan. Di Indonesia “tradisi” saling memanfaatkan berlanjut pada zaman orde Baru. Pemerintah orde baru tidak mengenal penganut di luar lima agama resmi. Inilah pemaksaan tahap kedua. Penganut di luar lima agama resmi, termasuk penganut agama suku, terpaksa memilih salah satu dari lima agama resmi versi pemerintah. Namun ternyata masalah belum selesai. Kenyataannya banyak orang yang menjadi penganut suatu agama tetapi hanya sebagai formalitas belaka. Dampak keadaan demikian terhadap kehidupan keberagamaan di Indonesia sangat besar.
Para penganut yang formalitas itu, dalam kehidupan kesehariannya lebih banyak mempraktekkan ajaran agama suku, yang dianut sebelumnya, daripada agama barunya. Pra-rohaniwan agama monoteis, umumnya mempunyai sikap bersebrangan dengan prak keagamaan demikian. Lagi pula pengangut agama suku umumnya telah dicap sebagai kekafiran. Berbagai cara telah dilakukan supaya praktek agama suku ditinggalkan, misalnya pemberlakukan siasat/disiplin gerejawi. Namun nampaknya tidak terlalu efektif. Upacara-upacara yang bemuansa agama suku bukannya semakin berkurang tetapi kelihatannya semakin marak di mana-mana terutama di desa-desa.
Demi pariwisata yang mendatangkan banyak uang bagi para pelaku pariwisata, maka upacara-upacara adat yang notabene adalah upacara agama suku mulai dihidupkan di daerah- daerah. Upacara-upacara agama suku yang selama ini ditekan dan dimarjinalisasikan tumbuh sangat subur bagaikan tumbuhan yang mendapat siraman air dan pupuk yang segar. Anehnya sebab bukan hanya orang yang masih tinggal di kampung yang menyambut angin segar itu dengan antusias tetapi ternyata orang yang lama tinggal di kotapun menyambutnya dengan semangat membara. Bahkan di kota-kota pun sering ditemukan praktek hidup yang sebenamya berakar dalam agama suku. Misalnya pemilihan hari-hari tertentu yang diklaim sebagai hari baik untuk melaksanakan suatu upacara. Hal ini semakin menarik sebab mereka itu pada umumnya merupakan pemeluk yang ” fanatik” dari salah satu agama monoteis bahkan pejabat atau pimpinan agama.

Intisari
Kaitan agama dengan masyarakat banyak dibuktikan oleh pengetahuan agama yang meliputi penulisan sejarah dan figur nabi dalam mengubah kehidupan sosial, argumentasi rasional tentang arti dan hakikat kehidupan, tentang Tuhan dan kesadaran akan maut menimbulkan religi, dan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sampai pada pengalaman agamanya para tasawuf.
Bukti di atas sampai pada pendapat bahwa agama merupakan tempat mencari makna hidup yang final dan ultimate. Kemudian, pada urutannya agama yang diyakininya merupakan sumber motivasi tindakan individu dalam hubungan sosialnya, dan kembali kepada konsep hubungan agama dengan masyarakat, di mana pengalaman keagamaan akan terefleksikan pada tindakan sosial, dan individu dengan masyarakat seharusnyalah tidak bersifat ANTAGONIS

KESIMPULAN : 
Sesungguhnya religion and culture cannot bersatu , karena 2 ajaran tersebut agama dan budaya sangat menentang satu sama lain. menurut saya kita harus memilih yang menurut kita ajaran itu benar , tetapi saran saya agama itulah yang mengayomi kita hidup dan pencerahan pada hati nurani pada setiap umat beragama.


LINK GUNADARMA :
1. http://gunadarma.ac.id/
2. http://repository.gunadarma.ac.id/
3. http://staffsite.gunadarma.ac.id/
4. http://studentsite.gunadarma.ac.id/
5. http://baak.gunadarma.ac.id



Jumat, 19 Oktober 2012

Mempengaruhi Nilai Sosial dan Budaya dalam Pemilu DKI JAKARTA


 Nama          : Muhammad Nur
NPM           : 15112022





        Mempengaruhi Nilai Sosial dan Budaya
 dalam Pemilu  DKI JAKARTA
             Pada pemilukada 2012 DKI JAKARTA mengalami dua putaran dalam pencoblosan, hal ini terjadi karena persaingan yang sangat ketat dalam hasil quick count ( perhitungan cepat ). 
    
            Warga DKI tentunya ingin ibukota ini teratasi dari berbagai macam persoalan seperti kemacetan, kebanjiran, dan lainnya yang membuat mantan gubernur DKI ( foke ) tidak dapat menyelesaikan dalam periode yang dijabatnya 2007-2012. Sehingga dalam Kampanye pemilukada 2012 calon gubernur saling menjatuhkan, hal ini terkait banyak partai yang provokasikan calon yang satu dengan calon yang lainnya.
            Sebenarnya nilai sosial budaya yang terkait dalam hal ini dapat menyinggung RAS, POLITIK, SARA namun itu semua membuat ricuh para pendukung masing-masing kadernya. Basuki ialah salah satu calon wakil gubernur yang berpasangan dengan JOKOWI hal ini juga terkait dengan agama yang dianut oleh Basuki sebab cawagub ini dalam misinya lebih mengenai tempat peribadahan yang ada di Jakarta. 
          Nilai Sosial dan Budaya dalam permasalahan ini ketika seseorang saling mempengaruhi dan membodohi para pemilih, para parpol saling berbalas kata dalam Spanduk dan Baliho yang dipasang oleh masing-masing kader. Berikut Materi yang akan saya bahas " Nilai Kebudayaan dan Sosial "
    
           Kebudayaan yaitu culture yang  mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.

       

          Sedangkan pengertian dari  nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat perbedaan tata nilai
 http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial


Jadi dapat disimpulkan Nilai Sosial Budaya yang terjadi dimasyarakat DKI JAKARTA ialah saling menghargai satu sama lainnya walaupun ada sedikit perselisihan yang mengandung unsur SARA, RAS, dan kontroversi lainnya namun permasalahan tersebut bisa diatasi dengan sikap yang bijaksana oleh warga DKI yang mengikuti PEMILUKADA 2012

 

Lembaga Survei Diingatkan Jaga Kredibilitas & Independensi Di Pilkada DKI

Pilkada DKI Jakarta akan digelar kurang dari 49 hari lagi. Persaingan antara kandidat kian memanas.Tim sukses pasangan cagub dan cawagub DKI Jakarta melakukan berbagai cara untuk memenangkan jagoannya dalam pertarungan di pilkada DKI.

Salah satu cara yang diambil adalah mempengaruhi opini publik dengan menggunakan survei. Sehingga survei yang dihasilkan kehilangan nilai akurasi dan objektivitasnya.

Lembaga-lembaga survei diingatkan untuk tetap menjaga profesionalisme dan independensinya. Sebab, pilkada DKI tidak saja menjadi barometer bagi pemilu 2014 akan datang, tapi juga pertaruhan kredibilitas dan martabat lembaga survei sebagai institusi riset dan ilmiah.

"Kredibilitas lembaga survei ini akan dipertaruhkan di pilkada DKI. Kalau semata-mata hanya menguntungkan kandidat tertentu, tidak beda dengan timses. Tidak kredibel dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," ujar dosen budaya dan ilmu politik dari Universitas Indonesia (UI), Yon Mahmudi kepada wartawan, Kamis (24/5/2012).

Menurutnya, beberapa survei yang dikeluarkan sejumlah lembaga survei belakangan ini sangat jelas menunjukan adanya perang survei untuk memenangkan kandidat tertentu. Menurut Yon, fenomena tersebut menjadi tidak sehat bagi pendidikan politik masyarakat.

Secara khusus, Yon menyoroti survei yang dikeluarkan sebuah lembaga survei yang menyebutkan tingkat elektabilitas pasangan incumbent Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebesar 49,8%.

"Kalau saya lihat sekarang ini kecenderungan pilkada ini persaingan sangat ketat. Kemudian juga muncul semacam perang survei di antara para kandidat. Memang kalau lihat situasinya saat ini, posisi saat ini (pasangan Foke-Nara) sebagai incumbent itu masuk akal kalau masih bertahan di posisi pertama, karena res yang dimiliki. Tapi tingkat elektabilitas turun, tidak sebesar yang disebutkan lembaga itu, 49,8%," ujar Yon.

Alasannya, dia menjelaskan, elektabilitas sebesar itu hanya dapat dicapai ketika kandidat yang bersaing hanya dua. Kalau kemudian yang disurvei adalah 6 pasang kandidat, maka terjadi penyebaran elektabilitas. Masing-masing kandidat mewakili kelompok yang ada di DKI Jakarta, dan memiliki basis masing-masing.

"Apalagi semua pasangan kandidat yang berkompetisi semuanya berkualitas. Harusnya tidak setinggi itu elektabilitas Foke-Nara. Semestinya dikisaran 30 persen lebih sebagaimana survei-survei yang lain, baru diikuti kandidat yang lain. Seperti Jokowi yang mulai rajin, dan Hidayat Nurwahid yang didukung partai yang kuat," imbuhnya.

Hal lain yang disorot dalam survei tersebut, menurut peneliti budaya politik UI ini, kecilnya sample yang diambil untuk mengukur suara warga Jakarta. Sampel responden 440 tidak merepresentasikan keseluruhan warga Jakarta.

"Apalagi dengan jumlah pemilih yang sekitar 7 juta, jumlah kecamatan 44, dan kelurahan lebih dari 250. Kalau sample di bawah 1000, tidak representatif. Harus di atas 1000. Kalau sampel di kisaran di bawah 1000, patut dipertanyakan reputasinya. Karena ini akan mewakili jumlah penduduk DKI," pungkas Yon.

Sebelumnya, survei terbaru dikeluarkan Indo Barometer menyebutkan jika pilkada DKI digelar hari ini, siapa pasangan yang dipilih? Pasangan Foke-Nara meraih 49,8 %. Disusul pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) 16,4 %, Alex Noerdin-Nono Sampono (5,7%), Hidayat Nurwahid-Didik J Rachbini (4,5%), Faisal Basri-Biem Benyamin (2,3%), dan Hendardji Supandji-A Riza Patria (0,2%).

Survei itu dilakukan terhadap 440 responden. Pada survei sebelumnya yang dilakukan lembaga lain, menyebutkan pasangan Fauzi Bowo dengan 36,65 %. Disusul Hidayat-Didik 18,47 %, Jokowi-Ahok 17,90 %, Faisal-Biem 4,05 %, Alex-Nono 3,59 %, dan Hendardji-Riza 1,39 %.

Survei ini dilakukan terhadap 1.500 responden di 5 kotamadya DKI Jakarta dan minus Pulau Seribu.

Sedangkan survei Pusat Kajian dan Pembangunan Stategis (Puskaptis) dengan responden 1250 orang, menyebut pasangan Foke-Nara 47,22%, Jokowi-Ahok 15,16%, Hidayat-Didik 10,28%, Faisal-Biem 3,17%, Alex-Nono 2,31%, dan Hendarji-Riza 1,55%.

http://artikel-up2det.blogspot.com/2012/08/lembaga-survei-diingatkan-jaga.html


Menilik peran SARA dalam pilkada

Pilkada putaran kedua DKI Jakarta tidak lama lagi akan segera digelar. Beberapa waktu lalu, KPUD telah menetapkan pelaksanaannya pada tanggal 20 September 2012 nanti.
Dari enam pasangan yang bersaing di putaran pertama, hanya dua pasangan yang berhak mengantungi 'tiket' untuk mengikuti babak selanjutnya: Jokowi-Ahok vs Foke-Nachrowi.
Tentunya, hawa persaingan sengit kedua pasangan kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Ibu Kota Negara Republik Indonesia ini, sudah dapat dirasakan kehangatannya kini.
Belakangan, setelah putaran pertama bergulir-saat media televisi merilis pemetaan data perhitungan suara pilkada yang tengah berlangsung, berdasarkan klasifikasi kelompok-kelompok tertentu-dan setelah publik mengetahui hasil rekapitulasi perhitungan suara akhir yang diumumkan KPUD kemudian (20/7/), sontak saja isu 'SARA' tiba-tiba merebak di tengah-tengah masyarakat.
Padahal isu tersebut nyaris hampir tidak ada ditemukan pada putaran pertama. Entah siapa yang pertamakali menghembuskannya, yang jelas, kata 'SARA' seperti tersistematis dimanipulasi agar menjadi arus negatif, yang kemudian menjelma sebagai hantu untuk mengintimidasi masyarakat Jakarta.
Oleh banyak pihak, hal ini disebut-sebut telah mencederai perjalanan demokrasi yang telah tumbuh bersemi. Lebih lagi Pilkada DKI Jakarta, seharusnya menjadi contoh dan barometer bagi penyelenggaraan pilkada-pilkada lainnya di seluruh Indonesia.
Karena itu, sudah sepantasnyalah seluruh warga Jakarta harus bekerja keras dalam mengawal pilkada ini menjadi pilkada yang sehat, berkualitas dan teladan bagi daerah-daerah lainnya.
Setelah beberapa tragedi berdarah terkait SARA, pernah terjadi dan menorehkan sejarah kelam di negeri ini, termasuk di Jakarta sendiri, tentunya sangat meninggalkan tromatik yang mendalam.
Bagi siapapun yang benar-benar mencintai NKRI dengan semangat Pancasila, tentunya hal tersebut tidak akan pernah dikehendaki terjadi kembali.
Oleh karena itu, sudah menjadi hal tak dapat ditawar-tawar lagi, bahwa penyelenggaraan pilkada yang menggunakan isu ‘SARA’ harus henyah dan segera dihentikan!
Unsur kebinekaan
Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan atau disingkat SARA, bila cermati secara jernih, maka sejatinya kata itu merupakan cerminan (unsur) dari kebinekaan yang terintegrasi sebagai identitas bangsa-dan memiliki makna 'persatuan dan kesatuan' yang membingkai keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Karenanya, hakikat penggunaan unsur SARA seharusnya-dan tidak bisa ditawar-tawar lagi, dipergunakan untuk kepentingan positif, di antaranya yaitu; kepentingan menumbuhkembangkan rasa cinta dan kebanggaan akan tanah air; membangun rasa persatuan dan kesatuan kita sebagai satu bangsa, bangsa Indonesia. Dan bukan SARA yang justru menjadikan perpecahan.
Dari sinilah, kita dapat menerjemahkan apa yang dikatakan Jimly Asshiddiqie dengan jernih-sebab sejatinya SARA adalah kekayaan budaya yang memiliki semangat dengan tujuan membingkai kesatuan dan persatuan, serta menumbuhkembangkan rasa bangga kita sebagai satu bangsa.
Bukan SARA yang justru bertujuan dan berdampak sebaliknya (negatif) terhadap keberlangsungan NKRI. Sebagai sebuah bangsa-Indonesia, memiliki keberagaman budaya, di mana di antaranya adalah: beragam Suku, beragam Agama, beragam Ras dan beragam Golongan, yang pada tiap-tiapnya memiliki ide dan gagasan hingga melahirkan kearifan yang begitu besar dan kaya raya, yaitu: kebudayaan Indonesia—serta memiliki kekayaan alam yang luar biasa terkandung di dalamnya.
Hal tersebut, tentunya merupakan potensi besar yang dapat mempengaruhi bagaimana bentuk pradaban masyarakat dunia kelak. Karena itu sudah seharusnyalah kita menggunakan potensi 'SARA' yang bangsa Indonesia miliki sebagai alat komunikasi internasional yang dapat mewujudkannya-menjadikan NKRI sebagai ‘trendsetters’ pradaban dunia.
Dari Pilkada DKI Jakarta inilah kita harus mulai membangunnya-dengan terlebih dahulu memberikan contoh baik penyelenggaraan pilkadanya kepada daerah-daerah lain di seluruh Indonesia.
Menjadikan fakta keberagaman SARA yang kita miliki menjadi satu kesatuan yang indah pada lukisan raksasa di 'kanvas' Nusantara. Sehingga mampu membangun nilai positif, serta menumbuhkembangkan rasa cinta dan tujuan mencapai hakikatnya berdemokrasi.
Hemat saya, penggunaan unsur SARA yang dimiliki bangsa Indonesia, tidak digunakan untuk kepentingan mempertahankan ataupun merebut kursi kekuasaan, baik itu pemilu kepala daerah maupun kepala negara atau lain sebagainya, hingga dapat menyebabkan perpecahan.
Melainkan sebagai mesin propaganda bangsa Indonesia di mata dunia internasional, agar mampu membangun semangat perdamaian, kerukunan, dan toleransi antar sesama umat manusia.
Kalaupun unsur SARA digunakan dalam pilkada DKI Jakarta atau pilkada di daerah seluruh Indonesia, tak lebih hanyalah sebatas 'informasi' yang berupa identitas diri seseorang dan bersifat positif, serta dapat menumbuhkan rasa persaudaraan (kebangsaan).
Jika negatif, maka siapapun yang mengusung isu SARA, harus dihentikan! Jika tidak, apa yang negara upayakan untuk Palestina dan Rohingya, seperti saat ini—dalam mewujudkan dan membangun perdamaian dan kerukunan di dunia, sebagaimana tertuang dalam narasi pembukaan UUD 1945, hanya berupa lawakan yang akan menertawakan dan mempermalukan diri kita (Indonesia) sendiri di mata dunia.

LINK GUNADARMA :

1. http://gunadarma.ac.id/
2. http://repository.gunadarma.ac.id/
3. http://staffsite.gunadarma.ac.id/
4. http://studentsite.gunadarma.ac.id/
5. http://baak.gunadarma.ac.id


Masyarakat dan Kebudayaan

TUGAS ILMU SOSIAL DASAR ( SOFTSKILL ) NPM    : 15112022


NAMA  : MUHAMMAD NUR



 

 

 

BUDAYA DAN MASYARAKAT


Kreatifitas manusia sepanjang sejarah meliputi banyak kegiatan, di antaranya dalam organisasi social dan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan proses simbolik.
Ada beberapa cara untuk mencari hubungan antara budaya dan masyarakat. Mannheim, mencoba mencari hubungan antara suatu kelompok kepentingan tertetnut dalam masyarakat dan pikiran serta modus berpikir yang mendasari system pengetahuannya.
Raymond Williams, (Culture) menyebutkan bahwa dalam sosiologi budaya kita menemukan adanya tiga komponen pokok, yaitu lembaga-lembaga budaya, isi budaya, dan efek budaya atau norma-norma. Lembaga budaya menanyakan siapa menghasilkan produk budaya; siapa mengkontrol, dan bagaiamana control itu dilakukan. Isi budaya menanyakan apa yang dihasilkan atau symbol-simbol apa yang diusahakan. Efek budaya menanyakan konsekuensi apa yang diharapkan dari proses budaya itu.
Sebagai ilustrasi, kita dapat menunjuk pada norma-norma dan symbol-simbol masing-masing kategori sejarah.
Dalam kategori tradisional misalnya, norma solidaritas dan partisipasi menjadi ideology. Di sini kita menemukan bahwa cita-cita egalitarian diwujudkan dalam berbagai mite, tabu dan tradisi lisan yang menunjang ideology itu. Dalam kategori patrimonial, yang ideologinya “kawulo-gusti” kita menemukan norma yang melegitimasikan dan berusaha memberikan control negara atas masyarakat dalam bentuk simbolik berupa babad, tabu, mite serta hasil-hasil seni yang mengkeramatkan raja. Dalam kategori kapitalis, dengan munculnya kelas menengah, kita melihat adanya sastra baru dengan cerita-cerita baru.
Akhirnya pada kategori teknokratis, kita melihat usaha-usaha untuk menyatakan kekecewaan dengan realisme di satu pihak, dan keinginan untuk menjadikan proses simbolis sebagai usaha untuk “social engineering” di lain pihak.
Sebagai catatan dapat dikemukakan tentang kemungkinan adanya dikotomi budaya di satu kategori dan juga ada gejala anomali budaya pada penghujung tiap kategori sejarah. Dalam masyarakat patrimonial misalnya, akan ada dikotomi social dan budaya antara golongan bangsawan dan petani. Ada budaya istana dan budaya rakyat yang masing-masing mempunyai lembaga, symbol dan normanya sendiri. Demikian juga pada kategori kapitalis, kita memiliki dikotomi budaya dalam budaya tinggi dan budaya popular, dengan lembaga, symbol dan norma-normanya sendiri. Dalam hal ini perlu diingat bahwa sekalipun dikotomi itu ada,ada pula mobilitas budaya, ke atas atau ke bawah yang menyebabkan baik lembaga, symbol, dan normanya tentu saja mengalami transformasi. (pitirim Sorokin)
Kebudayaan menjadi tidak fungsional jika symbol dan normanya tidak lagi didukung oleh lembaga-lembaga sosialnya, atau oleh modus organisasi social dari budaya itu. Kontradiksi-kontradiksi budaya dapat terjadi sehingga dapat melumpuhkan dasar-dasar sosialnya. Kontradiksi budaya dapat juga timbul karena adanya kekuatan-kekuatan budaya yang saling bertentangan dalam masyarakat.

Masyarakat dan Kebudayaan


1. Pendahuluan
    
    Masyarakat dan Kebudayaan menurut saya suatu kodrat manusia yang dimana masyarakat harus disertai dengan kebudayaan, masyarakat sifatnya itu sosial yang artinya masyarakat ada sekelompok manusia yang hidupnya bermasyarakat dan masyarakat didalamnya terdiri dari yaitu Tokoh Masyarakat, Pemimpin Masyarakat , Pengantar Masyarakat. Sedangkan Kebudayaan kalau berbicara tentang kebudayaan berhubungan sakral yang artinya di suatu budaya mempunyai aturan tertentu didalamnya yang menaatinya ialah masyarakat yang berpegang teguh dengan budaya tersebut. Indonesia mempunyai banyak beraneka kebudayaan dari Sabang hingga merauke, tetapi Indonesia mempunyai Budaya yang serumpun yaitu menyatukan seluruh kebudayaan yang ada di indonesia menjadi satu dengan menciptakan sebuah semboyan yaitu BHINEKA TUNGGAL IKA, dan itu sudah tertanam dari individual warga negara indonesia.


2. Kebudayaan Di Indonesia 

Kebudayaan Indonesia bisa di artikan seluruh cirikhas suatu daerah yang ada sebelum terbentuknya nasional Indonesia, yang termasuk kebudayaan Indonesia itu adalah seluruh kebudayaan lokal dari seluruh ragam suku-suku di Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau beraneka ragam, namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan kebudayaan Arab.
Akibat dari industrialisasi budaya-budaya agraris masyarakat Desa Keboharan mulai tergerus bahkan banyak yang telah hilang. Masyarakat Desa Keboharan cenderung memilih berprofesi sebagai pekerja pabrik karena kesempatan mereka lebih … Istilah ini berasal dari tradisi masyarakat Desa Keboharan yang menyelenggarakan iuran rutin tiap minggu. Untuk membayar iuran, penduduk desa memberikan satu jimpit atau satu genggam beras kepada petugas. Petugas adalah orang yang …
Modernisasi dan globalisasi membawa dampak positif ataupun negatif terhadap perubahan Sosial dan budaya suatu masyarakat.Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. … Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada …
Dan berhasil! Nada suara Gareng merendah, “Truk, apa jadinya dusun kita ini kalau Bapak menghilang tanpa pesan seperti ini?” “Kang, Bapak tidak pernah dan tidak akan pernah hilang. Bapak tidak akan kemana-kemana kok. … “Kata Romo Semar lagi, bahwa penduduk dunia menyangka kita sedang mengalami krisis, padahal berita tentang krisis dudun kita adalah suatu ungkapan kerendahan hati. Penduduk dunia sering tidak mengerti retorika budaya masyarakat kita. kalau kita bilang …


3. PENDUDUK MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN.

Pertumbuhan penduduk semakin cepat,mendorong pertumbuhan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya.dengan adanya pertumbuhan aspek …
Perubahan Kebudayaan dan Masyarakat Adat (Desa) semakin meningkat mengikuti perkembangan kebijakan Negara dan perkembangan peradaban ekonomi. Sebelumnya gambaran masyarakat Adat mencirikan; Jumlah penduduk sedikit dan homogen, … kearifan leluhur akan menggugah kembali pemikiran orang Batak untuk mengembangkan nilai Habatahon itu. Kesempatan dan peluang telah diberikan setelah diterapkannya otonomi daerah. Kapan kesempatan ini diambil, atau akan diabiarkan hilang ? …
Dengan semakin berkembangnya zaman maka setiap penduduk, masyarakat, dan kebudayaan disetiap daerah pun bisa berubah seiring dengan waktu. Peristiwa kebudayaan disetiap daerah memang berbeda-beda, misalnya pada saat menjelang … Hal ini akan berdampak sangat buruk untuk kedepannya, karena kebudayaan merupakan salah satu asset bangsa dan bila kebudayaan itu hilang maka kita tergolong generasi yang tidak bertanggung jawab dalam menjaga kebudayaan dari nenek moyang kita …
Selain kita harus tahu budya Indonesia yang masih ada tapi kita harus tahu juga budaya Indonesia yang sudah hilang atau direbut oleh negara lain yaitu:
Indonesia adalah negara yang indah yang kaya akan kekayaan alam dan budaya. Lebih dari 20 suku terdapat di Indonesia dan lebih dari 100 budaya ada di Indonesia. Tetapi sayangnya, dari tahun ke tahun seiring dengan bertumbuhnya perkembangan gaya hidup dan teknologi, kebudayaan asli indonesia terlihat sangat ketinggalan zaman. Banyak dari warga indonesia yang kurang peduli bahkan ada yang tidak peduli tentang budaya Indonesia. Hal inilah yang menyebabkan banyak budaya Indonesia dicuri oleh negara lain terutama Malaysia. Hal ini karena terlambatnya dalam mematenkan suatu budaya dan benda – benda peninggalan zaman Indonesia dulu. Ketika budaya dan barang kebudayaan atau hasil buah tangan seniman Indonesia masih ada di Indonesia, banyak dari warga merasa budaya tersebut tidak berharga, tetapi ketika ada negara lain akan mengambil budaya tersebut dan kemudian hilang dari kita, barulah mereka merasa itu sangat berharga. Kenapa berharga saat sudah hilang? Kenapa tidak waktu masih ada? Inilah orang – orang indonesia yang telah terkontaminasi budaya barat. Di bawah ini beberapa daftar nama – nama budaya kita yang telah di rampas oleh negara lain.
No.
Kesenian dan Budaya Asal
Direbut Oleh
1.
Batik Jawa Adidas
2.
Naskah Kuno Riau Malaysia
3.
Naskah Kuno Sumatra Barat Malaysia
4.
Naskah Kuno Sulawesi Selatan Malaysia
5.
Naskah Kuno Sulawesi Tenggara Malaysia
6.
Rendang Sumatra Barat WN Malaysia
7.
Sambal Bajak Jawa Tengah WN Belanda
8.
Sambal Petia Riau WN Belanda
9.
Sambal Nanas Riau WN Belanda
10.
Tempe Jawa Perusahaan Asing
11.
Lagu Rasa Sayang Sayange Maluku Malaysia
12.
Tari Reog Ponorogo Jawa Timur Malaysia
13.
Tari Soleram Riau Malaysia
14.
Lagu Injit – Injit Semut Jambi Malaysia
15.
Alat Musik Gamelan Jawa Malaysia
16.
Tari Kuda Lumping Jawa Timur Malaysia
17.
Tari Piring Sumatra Barat Malaysia
18.
Lagu Kakak Tua Maluku Malaysia
19.
Lagu Anak Kambing Saya Nusa Tenggara Malaysia
20.
Kursi Taman dengan Ornamen Ukir Khas Jepara Jawa Tengah WN Perancis
21.
Pigura dengan Ornamen Ukir Khas Jepara Jawa Tengah WN Inggris
22.
Motif Batik Parang Yogyakarta Malaysia
23.
Desain Kerajinan Perak Desa Suwarti Bali WN Amerika
24.
Produk Berbahan Rempah – Rempah dan Tanaman Obat Asli Indonesia
Shiseido Co. Ltd.

Jika kita ingin melihat dari segi kreatif suatu budaya kita bisa melihat dari hal – hal yang terkandung di dalamnya. Misalnya seperti tari – tarian. Itu adalah hasil pikiran kreatif orang – orang dulu untuk menciptakan kemudian memadukan semua gerakan itu menjadi sesuatu yang indah dan juga kekreatifan dalam pemilihan lagu sehingga gerakan dan lagu bisa seimbang. Semua buadaya di atas adalah hasil kekreatifan orang terdahulu. Selain tarian, kita bisa juga bisa melihat dari segi obat – obatan tradisional karena obat ini tercipta dari perpaduan berbagai bahan yang bisa menyembuhkan sejumlah penyakit. Hal ini juga merupakan buah kreatifitas dari orang terdahulu karena mereka bisa menciptakan satu buah pil atau obat dari alam untuk menyembuhkan suatu penyakit.
Bisa kita lihat dari daftar di atas sangatlah banyak yang telah dicuri orang. Bahkan meliki negara bisa dicuri oleh individual? Betapa malunya kita telah dicuri dan kita tidak cepat tanggap dalam menanggulangi hal – hal tersebut. Oleh karena itu, marilah kita jaga dan kita lestarikan budaya nenek moyang kita jangan sampai dirampas lagi.
Maka dari itu kita harus lebih memperhatikan lingkungan sekitar kita. dan kita sebagai penerus kebudayaan bangsa ini harus lebih melestarikan kebudayaan yang di tinggal oleh nenek moyang kita dan jangan ada lagi kebudayaan kita yang direbut oleh negara lain


LINK GUNADARMA:


1. http://gunadarma.ac.id/
2. http://repository.gunadarma.ac.id/
3. http://staffsite.gunadarma.ac.id/
4. http://studentsite.gunadarma.ac.id/
5. http://baak.gunadarma.ac.id